Bagi warga Madura yang bermukim di Kabupaten Bangkalan, nama Kecamatan Arosbaya mungkin sudah tak asing lagi. Ata
u
mungkin juga bagi sebagian besar masyarakat Madura. Utamanya yang
senang membaca Babat Tanah Madura. Ini karena nama Arosbaya kerap
disebut sebagai pusat perkembangan dan peradapan suku Madura, khususnya
di wilayah Madura bagian Barat. Lebih-lebih karena di Arosbaya pulalah
agama Islam pertama kali disebarkan ke seantero Madura.
Tulisan di atas bukan bermaksud mengorek sejarah Madura, atau pun
penyebaran agama Islam di Madura. Semata karena fokus tulisan ini
tertuju pada sebaris huruf yang tersusun menjadi kata A-R-O-S-B-A-Y-A.
Legenda yang kuat mengakar di masyarakat Kecamatan Arosbaya, muasal
nama Arosbaya bermuara dari keberadaan Buju’ Resbejeh, yakni asta
keramat yang lokasinya berada di pemakaman umum Morouk di Kampung
Pandian, Desa/Kecamatan Arosbaya. Resbejeh sendiri merupakan dialek
masyarakat Madura untuk mengucap nama Arosbaya.
Syandan, makam tersebut diyakini merupa¬kan kuburan dari R. Abdul
Wahid Trunokusumo. Beliau merupakan penyiar Islam yang berasal dari
Solo. Itu sebagaimana disampaikan oleh juru kunci Buju’ Resbejeh,
Ismail.
Diceritakan lebih detail oleh pria yang kini berusia 39 tahun ini,
berdasar penuturan yang telah diyakini kebenarannya oleh masyarakat
Arosbaya, kali pertama menginjakkan kaki di Madura Barat, R. Abdul Wahid
Trunokusumo langsung berziarah ke sebuah makam seorang wanita.
Lokasinya saat ini persis berada disebelah barat Buju’ Resbejeh. Hingga
kini, makam dimaksud masih terpelihara dan tidak diketahui identitasnya.
‘Kemudian setelah meninggal, beliau dimakamkan di lokasi yang sekarang
ini banyak disebut sebagai Buju’ Resbejeh,” tutur Ismail yang kini juga
berprofesi sebagai pandai besi ini. Tentang muasal nama Arosbaya
sendiri, pria yang juga seorang guru ngaji ini merujuk dari ce¬rita dari
mulut ke mulut yang didengar dari tetua kampung setempat.
Konon, cerita Ismail, raja setempat yang oleh masyarakat Arosbaya
dikenal bernama Gusteh Nyo’on, pemah bermimpi bahwa di makam R. Abdul
Wahid Trunokusumo tersebut berpenghuni seekor buaya putih. Buaya
dimaksud dalam wujudnya mempunyai sebilah keris yang terselip di
pinggangnya.
“Katanya, bhejeh pote nyongkel kerres. Akhimya padanan dari kerres
dan bhejeh tersebut, digabung jadi satu dan menjadi nama Resbejeh. Dalam
dialog Bahasa Indonesia, menjadi Arosbaya,” terang Ismail.
Dari versi cerita warga yang lain, Ismail juga mengutip sebuah cerita
tentang muasal nama Resbejeh. Meski agak serupa, namun sama sekali tak
sama. Dimana, ujar Ismail, lewat mimpinya juru kunci Buju’ Resbejeh
sebelumnya yang bemama Abdur Rasyid pernah bermimpi bahwa disekitar
Buju’ Resbejeh tersebut ada penampakan berwujud buaya putih yang ekornya
berupa sebilah keris.
“Dua versi cerita tersebut sama-sama diyakini kebenarannya oleh
masyarakat sekitar sebagai muasal nama Resbejeh atau Arosbaya,” tutur
Ismail. Sebagai makam yang dikeramatkan oleh warga sekitar, Buju’
Resbejeh sudah lama dikenal memiliki karomah. Beberapa di antara¬nya
diakui sebagai lokasi yang mustajabah untuk memanjatkan doa kepada Yang
Maha Kuasa. Namun, serupa beberapa makam aulia’ lainnya, di Buju’
Resbejeh juga dikenal sejumlah ‘ritual’ khusus kala berdoa.
Dalam hal ini, sang juru kunci Ismail kembali membeber fakta yang
diperoleh dari mimpinya. Dijelaskan, dalam sebuah tidurnya, pria yang
telah dikarunia dua orang anak ini mengaku seakan berada di sekitar
Buju’ Resbejeh. Saat hendak masuk ke dalam bangunan makam, dirinya
disambut oleh salah seorang yang berpakaian serba putih. Sayang, saat
itu dirinya tak bisa melihat wajah sang penyambut yang di kepalanya
dibelit sorban putih tersebut. Namun diyakini yang bersangkutan adalah
R. Abdul Wahid Trunokusumo yang dimakamkan di Buju’ Resbejeh. Sementara
di belakangnya berdiri banyak pengikutnya yang berpakaian juga serba
putih dengan cadar ala ninja.
Lazimnya masuk ke komplek makam, Ismail bercerita langsung bersila
dan hendak memanjatkan doa kubur. Namun, sontak pria yang berpakaian dan
bersorban serba putih tersebut mencegahnya. Kemudian berujar, “Maos
Sorat Al-Kahli 7 kaleh (Membaca Surat Al-kahfi 7 kali)”.
“Dalam mimpi, saat itu saya agak kaget. Sebab Al-Kahfi kan lumayan
panjang. Meski de¬mikian, saya langsung membacanya. Namun, sebelum
menyelesaikan satu ayat pertama dari al-Kalifi, saya terbangun. Sejak
saat itu, saya berkeyakinan bahwa di Buju’ Resbejeh ini, kalau hendak
berdoa sebaiknya diawali dengan bacaan Al-Kahfi tujuh kali. Insya Allah
terkabul. Namun ingat, semuanya tak lepas dari kuasa Sang Maha Esa,”
pungkasnya
Sumber : http://bangkalanmemory.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar